Profil

Ini Sosok Bidan yang Rela Berjualan Sayur

Kuningan Terkini - Berbakti kepada orang tua itu tidak ada batasnya. Itulah pepatah yang sering terngiang dalam benak Titi Nuryati AMd Keb, alumni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan (STIKKU).

Gadis berparas cantik dan berjilbab ini, rela memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai asisten Bidan Praktek Swasta di Depok, hanya untuk membantu orang tuanya berjualan sayur di pasar.

Keputusan Neng Bolu, sapaan akrabnya, untuk pulang kampung ke Kota Tasikmalaya tidak ujug-ujug dilakukannya, tapi sudah dipikirkan dengan matang.

Menurutnya, membantu orang tua berjualan sayuran di Pasar Cikurubuk Kota Tasikmalaya merupakan kewajibannya sebagai anak untuk berbakti kepada orang tua.

“Saya tak mau menyesal di kemudian hari. Resiko mah pasti ada saja. Gak sedikit juga yang ngeledekin sekolah tinggi sampai kuliah tapi malah menjadi pedagang di pasar. Saya gak ambil pusing, karena gak merepotkan mereka. Intinya, saya ingin berbakti kepada orang tua. Mumpung mereka masih ada, saya gak mau kehilangan momen emas,” ungkap Titi menjelasakan saat berbincang dengan Kuningan Terkini, Selasa (24/11/2015).

Putri dari pasangan Kusma Sutisna dan Masnah ini menceritakan, selama bekerja sebagai asisten bidan, sehari-hari, ia harus bangun pagi, tidur satu kamar dengan pembantu, menyapu, ngepel lantai, nguras kamar mandi, cuci-cuci alat, antar jemput anak bidan sekolah, antar jemput bidan dinas di RS, diam di ruangan ber-AC dan menunggu perintah dari bidan. Rutinitas tersebut, membuat dirinya merasa beku alias hidup tapi berasa tidak hidup.

“Awal perjanjian kerja, satu bulan mendapat gaji Rp 600 ribu, setiap ada yang lahir kita dapet Rp 50 ribu, setiap layani pasien kita dapet Rp 1 ribu. Tapi faktanya, yang cair hanya Rp 550 ribu. Padahal melayani pasien dalam satu bulan itu lebih dari 200 pasien, yang lahiran juga satu bulan itu 3 orang. Yang bikin betah disana itu cuma karena pasiennya percaya sama aku, mau dilayani sama aku,” ujarnya.

“Saya gak bisa kalo cuma duduk-duduk diruangan ber-AC, tidak menjiwai. Lebih suka berkeringat dilapangan, interaksi langsung dengan matahari. Kenapa memutuskan menjadi pedagang ketimbang bidan, mungkin itu pilihan hidup,” sambung Titi.

Titi mengaku mendapatkan banyak tantangan ketika menjadi pedagang. Diantaranya, saingan dan tantangannya nyata dan resiko juga ditanggung sendiri, tidak harus bergantung ke atasan.

“Lain halnya ketika nyetir mobil sayur, muatan full, jalanan terjal, di jalan bisa dongkrak ban mobil sendiri tanpa bantuan orang lain. Puasnya itu gak akan kebeli sama apapun. Apalagi ketika orang tua pun merasa bangga dengan apa yang sedang kita jalani dan lakukan,” imbuh Titi dengan wajah senyum.

Gadis kelahiran Kuningan 6 Mei 1993 ini mengungkapkan, kondisi orang tua yang sudah tidak muda lagi dan tidak memungkinkan untuk bekerja yang berat-berat membuat dirinya perang batin.

“Kalau bukan sama kita, yang mengurus orang tua siapa lagi. Sewaktu kita masih anak-anak, kita dibahagiakan sama orang tua, tapi ketika kita sudah dewasa, orang tua yang harus dibahagiakan sama anak. Karena tenaga mereka, kamampuan mereka, kesehatan mereka gak stabil seperti dulu lagi. Itu pemikiransaya pribadi, dan yang menjadi keyakinan. Makanya itu yang saya jalani sekarang,” terangnya.

Titi pun mengaku enjoy dengan profesinya sebagai pedagang sayur. “Meskipun saya kuliah kebidanan, saya yakin ilmu yang saya dapat sewaktu kuliah gak akan hilang dan pasti ada manfaatnya,” pungkasnya. (DHE)

• Asdir Keuangan Puspita Cipta: H Ardiyan Sosok ...
• Trenyuh, H. Ardiyan Peluk Karyawan Disabilitas
• Anies Baswedan Munggahan di Kuningan
• Fenomena Fiki Naki dan Tugba di Indonesia
• H. Rokhmat Ardiyan, Person Of Year Tahun 2022